Sakit Sebagai Alarm Pengingat Diri

Tiga hari tiga malam menginap di Rumah Sakit Haji Makassar. Empat botol infus habis. 15 tablet obat, belum terhitung cairan infus.

TIGA hari tiga malam menginap di Rumah Sakit Haji Makassar. Empat botol infus habis. 15 tablet obat, belum terhitung cairan yang disuntik langsung ke pembuluh nadi tangan setiap pagi dan petang. Rasanya sangat tidak enak. Betul-betul membosankan. Tidak ada aktivitas yang bisa saya lakukan. Hanya bisa terbaring lemas di ranjang pasien.

Mungkin ini sebagai alarm buat pengingat diri saya yang selama ini selalu kurang bersyukur dan tidak jarang lupa untuk bersyukur. Begitu banyak nikmat kesehatan yang tiap hari diberikan, berbagai kelebihan yang tidak diberikan ke orang lain, serta teman baru yang seperti keluarga sendiri di kota perantauan. Akan tetapi saya kadang tidak menyadarinya.

Sudah cukup lama Tuhan tidak menegur saya melalui penyakit. Mungkin saja Dia sering menegur dengan cara yang lain, hanya saja saya yang tidak menyadarinya. Sehingga melalui Rumah Sakit saya kembali diingatkan. Sebelumnya, saya juga pernah masuk rumah sakit sewaktu masih kelas X SMK. Sekitar tujuh tahun lalu, dan ini kali kedua saya masuk dan dirawat di rumah sakit.

Selama kuliah, saya terlalu banyak disibukkan dengan berbagai aktivitas kampus. Apalagi akhir-akhir ini tugas kuliah cukup menguras tenaga dan pikiran. Proposal penelitian dan praktik industri di bengkel berpadu. Belum lagi pertanyaan-pertanyaan dari keluarga yang "seakan mendesak" untuk segera selesai. Yah hal itu wajar saja, apalagi saya telah melewati waktu normal, delapan semester.

Di lain hal, tugas dan jabatan strategis di organisasi kemahasiswaan yang sebentar lagi berakhir juga cukup menguras pikiran. Tentunya ini pengalaman yang sangat berharga bagi saya yang tidak semua mahasiswa bisa merasakannya.

Minggu ini merupakan minggu kedua terakhir saya praktik industri di Daihatsu Astra Internasional yang berlokasi di Jalan Alauddin. Waktu itu, Selasa, 12 November saya baru pulang praktik saat adzan magrib berkumandang. Pasalnya mobil yang kami kerjakan tidak bisa ditunda untuk besok.

Malam harinya kemudian lanjut diskusi bersama dengan pengelola dan anggota baru di salah satu UKM yang paling pertama berkiprah di UNM. Berakhir sekitar pukul 12 malam. Tentunya kegiatan seperti ini sudah menjadi rutinitas dan kebiasaan di sekretariat. Bahkan terkadang hingga subuh menjelang pagi.

***

Tidur masih sangat nyenyak waktu itu, Rabu, 13 November dinihari. Kira-kira pukul 05.00. bagaimana tidak, saya

tidur pukul 03 lewat. rasanya belum puas tidur, diare menyerang. Tiba-tiba masuk keluar WC. Mencret.

Setelah tiga kali keluar masuk WC, perut masih sakit. Selalu ingin buang air besar, tapi rasanya sudah usus yang mau keluar.

Mungkin karena kekosongan, ia (usus) terus "bernyanyi" dalam perut. Hingga menimbulkan rasa mual sampai di mulut dan rasa pusing di kepala.

Karena usus terus mengeluarkan bunyi hingga ke telinga, saya kemudian membeli nasi campur di depan sekretariat tempat saya tinggal.

Hanya dua suap sendok, saya langsung mual ingin muntah. Saya mencoba paksakan telan, tapi tidak bisa. Pandangan mulai gelap, kepala pusing. Ingin rasanya pingsan.

Saya kemudian berbaring dan menghubungi teman sesama mahasiswa untuk mengantar ke Rumah Sakit Haji. Untung saja saya memiliki BPJS.

Orang lain yang baru saya kenal saat di kampus sudah seperti keluarga sendiri di saat keluarga sendiri jauh di kampung halaman. Mereka dengan senang hati dan ikhlas membantu. Rela menunda pekerjaannya yang lain demi mengurus saya yang juga baru mereka kenal ketika kuliah.

Setiap tahun, bulan, bahkan hari, Tuhan selalu mengirimkan orang baru. Setiap jam, menit, dan detik, Tuhan selalu memberi nikmat sehat.

Tapi selama ini, kadang tidak sadar. Lupa bersyukur, dan kadang berkonflik hingga terputus silaturahmi dengan orang

yang sudah saya kenal. Padahal yang banyak membantu ketika sedang kesulitan di Makassar, yah mereka-mereka yang baru saya kenal di kampus. Sebuah kesyukuran Tuhan masih sayang. Menyadarkan diri ini melalui penyakit.

Seandainya Tuhan tidak berikan ini penyakit, mungkin saya lupa bersyukur atas nikmat yang tiap hari diberikan. Tidak sadar bahwa saat diri ini jauh dari keluarga, ada orang lain yang dikirimkan sebagai pengganti keluarga.

Sebagai seorang hamba yang berlumur dosa, sangat tidak pantas kita untuk memyombongkan diri. Apa yang kita ketahui, hanya sedikit sekali dari ilmu Allah. Apa yang kita miliki hanya bersifat sementara.

Sewaktu-waktu semua yang kita miliki bisa saja dipindahkan oleh Allah dari kita ke orang lain atau ke makhluk lain. Keluarga, teman, harta, bahkan yang kita miliki di tubuh sewaktu-waktu bisa diambil.

Tidak sepantasnya kita bersikap sombong di muka bumi ini. Melainkan kita harus banyak bersyukur atas apa yang telah diberikan sang pencipta.

Semoga yang membaca tulisan ini juga sadar sebelum penyakit yang menyadarkan. Jangan sampai penyakit datang dan tiba-tiba nyawa kita dicabut sebelum kita sadar dan mengingatnya.

About the Author

Lulusan Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif yang pernah menjadi guru honorer selama setahun di sekolah menengah kejuruan. Mulai tertarik menulis saat bergabung di lembaga pers mahasiswa. Bekal dari organisasi di kampus itulah mengantarnya ke media um…