Jangan Menuhankan Final

Memaksakan diri belajar dengan sistem kebut semalam, sampai-sampai lupa makan, lupa tidur, bahkan kadang lupa dengan Tuhan. Justru menuhankan final.

MINGGU ini menjadi waktu yang sangat sibuk bagi sebagian teman-teman saya di kampus. Memaksakan diri belajar dengan sistem kebut semalam, sampai-sampai lupa makan, lupa tidur, bahkan kadang lupa dengan Tuhan. Justru menuhankan final.

Mereka baru sibuk belajar karena sedang menghadapi final. Padahal jika dipikir-pikir, semua yang akan di uji finalkan itu adalah pelajaran yang telah dipelajari selama satu semester. Bukan teori baru atau sesuatu yang tidak pernah dipelajari.

Banyak kemungkinan yang bisa terjadi jika baru belajar saat ujian final. Bisa saja mereka tidak masuk kuliah saat materi pelajaran berlangsung jadi tidak mengetahui sama sekali. Sehingga baru meminjam catatan teman untuk dipelajari.

Bisa saja ada yang memang tidak pernah masuk, sehingga tidak ada yang ditahu sama sekali. Dan kemungkinan juga ada yang rajin masuk tapi hanya sekadar mengisi daftar hadir, dan tidak memperhatikan materi pelajaran dengan baik.

Mungkin inilah yang dimaksud mahasiswa yang paling merugi. Sudah menghabiskan banyak waktunya duduk di kelas, tapi tidak ada yang diketahui. Entah apa yang ada dipikirannya saat sedang mengikuti perkuliahan.

Final merupakan waktu tenang, karena kita tidak dipaksa untuk berpikir dan belajar teori baru. Kita cukup mengingat apa yang telah dipelajari. Nah waktu untuk mengingat yang baik itu adalah berdiskusi, bukan belajar sendirian di kamar indekos.

Kebanyakan diantara mereka juga terkadang memiliki pikiran terbalik. Mereka menganggap ujian final itu lebih penting daripada proses belajar selama satu semester. Mungkin karena final adalah penentu nilai bagus atau tidak. Sehingga prosesnya tidak diperdulikan. Padahal yang harus diikuti itu adalah prosesnya. Final hanya mengevaluasi apa yang telah dipelajari.

Ujian final seakan malah memperbodoh mahasiswa. Kenapa? yah karena memaksakan diri untuk mengikuti semua perintah dosen yang mungkin mengisyaratkan bahwa final adalah penentu lulus atau tidak. Dan mungkin juga ada yang terhipnotis saat kontrak kuliah dengan dalih nilai ujian final itu 40% misalnya. Dibanding dengan tugas saat proses pembelajaran yang hanya 10% mugnkin.

Saat proses belajar, mahasiswa masih malas belajar. Pas giliran final, otak dipaksa belajar satu malam. Akhirnya, luarannya, tidak ada sama sekali yang diingat oleh mahasiswa selama satu semester belajar.

Yah karena mungkin memang hanya mengejar IPK 4,0. Tapi isi otaknya mungkin hanya IPK 0,4.

Maka tidak heran jika kebanyakan lulusan perguruan tinggi yang memiliki IPK tinggi, sulit mendapat pekerjaan. Malah sebaliknya, sebagian kecil mereka yang memiliki IPK pas-pasan, mudah beradaptasi dengan pekerjaan.

About the Author

Blogger pemula dari Makassar.

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di bawah ini dan bagikan pendapat Anda tentang artikel di atas.