Mencatat Sejarah dengan Menulis

Dalam proses menulis, pendiri Tangga Edu itu merangkumnya dalam rumus 4R. Renjana, rutin, review, dan ruang bagi pembaca.

SEORANG filsuf pernah berkata bahwa ketika kita membaca buku, sama saja berbicara dengan orang bijak di masa lampau. 

Begitupun sebaliknya, jika kita ingin berbicara dengan para generasi penerus nantinya, maka menulislah. Karena dengan menulis, kita mencatat sebuah sejarah.

Yah, ini merupakan review pertama saya dari sekian materi yang telah berlangsung di group belajar menulis. Sebenarnya dari materi-materi sebelumnya juga menarik sekali. 

Hanya saja baru kali ini menyempatkan waktu untuk mereview. Insya Allah, materi sebelumnya juga akan saya ikat dan kurung dalam blog ini.

Pemateri kali ini adalah Farrah Dina. Ia merupakan seorang pendidik, pelatih guru, dan penulis. Dalam materinya, wanita kelahiran Jakarta itu menjelaskan tentang kiat-kiat menulis buku untuk mencatat sejarah.

Menulis adalah hal yang terpenting baginya karena melalui tulisan ia bisa menuangkan pikiran, dan itu bisa berlangsung sepanjang masa. 

Namun yang lebih penting lagi, katanya, adalah menghadirkan pembaca untuk membaca tulisan atau buku yang telah dibuat.

“Karena tulisan akan berarti jika ada yang membacanya,” katanya.


Screenshot from Farrah's YouTube
Screenshot from Farrah's YouTube

Dalam proses menulis, pendiri Tangga Edu itu merangkumnya dalam rumus 4R. Renjana, rutin, review, dan ruang bagi pembaca.

Renjana

Renjana atau passion adalah sesuatu yang amat menarik buat kita, sesuatu yang menjadi pemikiran kita, sesuatu yang menjadi hal-hal yang jika kita melakukannya akan terasa mudah, nyaman, dan menyenangkan.

Jadi, ketika kita memulai menulis dengan hal-hal yang kita senangi itu akan lebih mudah menuangkan isi pikiran kita ke dalam tulisan. Jadi mulailah menulis dengan passion kita.

Tulisan juga cenderung seperti apa yang sering kita baca. Kalau misalnya kita suka novel, maka tulisan pasti akan cenderung seperti novel. 

Jika kita suka membaca penelitian, maka tulisan kita juga akan cenderung seperti penelitian.

Apapun itu, mulailah dengan susuatu yang kita kuasai dengan baik. Kenapa? Karena dengan begitu akan mengalir kata-katanya, akan mengalir semua dengan mudah. 

Cara paling mudah kita untuk selalu termotivasi untuk menulis adalah bagaimana kita merasa sukses untuk melakukan sesuatu.

Saya sebenarnya sering terlintas ide di benak. Dan mencoba menulisnya, tetapi terkadang hanya terbatas dalam beberapa kata, atau beberapa paragraf, lalu buntu. 

Menurut Farrah, itu adalah hal yang wajar bagi penulis pemula. Tetapi jika itu terus menerus terjadi dan sama sekali tidak ada hasil karya yang dilakukan, maka itu adalah sebuah masalah.

“Apa yang ditulis itu sebenarnya tidak mudah tetapi harus dipaksakan. Oleh karena itu, carilah renjana anda agar lebih mudah dan menyenangkan,” katanya.

Rutin

Kemudian yang kedua adalah Rutin. Rutin bukan hanya rutin menulis, tetapi yang lebih penting lagi adalah rutin membaca. 

Dengan rutin membaca kita akan otomatis terframe dengan apapun yang kita lihat, kita alami, dan pasti kita ingin menjadi sebuah bahan bacaan, sehingga akan muncul motivasi untuk menulis pengalaman atau kejadian yang terjadi pada diri kita.

Ketika kita banyak membaca, otak kita akan kaya dengan kosakata untuk disalurkan dalam bentuk tulisan. Beda halnya jika kita lebih sering mendengarkan. Karena kosakata dalam membaca, tidak sama dengan kosakata lisan.

Jadi kosakata membaca kecenderungannya akan berkaitan dengan kosakata menulis. Tidak demikian dengan kosakata lisan. 

Ketika kita mendengar, kita inginnya mengunkapkannya kembali. Tetapi jika kita membaca, maka kemungkinanan untuk membuat tulisan yang lain.

Setelah itu, barulah kita rutin menulis. Jadi rutin menulis itu kapan saja dan di mana saja. Penulis hebat adalah mereka selalu menyiapkan waktu khusus dan tempat khusus untuk menulis.

Sehingga teframe dalam otaknya, ketika ia berada dalam waktu itu dan tempat itu, ia akan merasa saatnya untuk menuangkan pikirannya ke dalam tulisan.

Menulis itu bisa apa saja, di mana saja, dan kapan saja. Jadi setiap kita melihat sesuatu yang menarik, seperti cara berpakaian orang yang berbeda, dan sebagainya, tetapi belum sempat menulis, maka rekam itu. 

Karena kita selalu membawa handphone. Jadi tulis di notepad. Kalau kita sedang dalam perjalanan maka kita gunakan HP kita sebagai recorder. Karena kita harus mengumpulkan bank-bank cerita. Bank cerita itu harus detail. Catat apapun itu.

“Orang yang memendam, akan kalah dengan orang yang mengungkapkan. Dan orang yang menunggu akan kalah dengan orang yang melakukan,” ucapnya.

Jadi itu yang harus dilakukan adalah tidak memendam tetapi harus diungkapkan dan jangan menunggu, tetapi lakukan.

Review

Setelah semua ide tertuang dalam tulisan dan mengumpulkannya, maka yang dilakukan adalah review, review, dan review. Karena bagian yang paling lama dan terpanjang adalah mereview.

Jadi yang pertama adalah menulis semua ide yang terlintas di benak. Saat menulis, tidak perlu mengedit, dan memperhatikan nama tokoh, peristiwa, logika, ataupun alurnya. Biarkan tulisan flow dan mengalir.

Setelah semua ide tertuang dalam tulisan, barulah kita mereview semuanya. Kita perhatikan tokoh dalam tulisan, kita lihat detailnya, serta alur berpikirnya.

 Nah itu kita lakukan di review. Jadi review ini penting untuk melihat matriks tulisan kita.

Ruang bagi pembaca

Jangan menjadikan review dari kita itu sudah cukup. Tetapi yang penting adalah, kita juga meminta review dari pembaca. 

Kalau itu pembacanya anak-anak, maka reviewnya ke anak-anak. Kalau orang dewasa, maka reviewnya orang dewasa, begitupun kalau orang tua, guru, dan sebagainya.

Ruang bagi pembaca bukan berarti kita meminta mereka untuk membaca, kemudian kita mengharapkan feedback positif. 

Tetapi justru yang kita harapkan adalah feedback negatif, artinya apa yang mereka tidak suka, apa yang bagi mereka merasa sulit, apa yang mereka anggap lebih menarik, itu justru yang lebih penting.

Dengan begitu kita bisa memperbaiki tulisan kita. Walaupun begitu, ruang bagi pembaca ini jangan sampai menghilangkan jati diri seorang penulis. 

Tapi itu penting. Karena banyak sekali review dari mereka itu yang kita tidak pikirkan. Mungkin bagi kita itu sudah bagus, tetapi bagi mereka itu belum karena memiliki pola pikir dan pengalaman yang berbeda.

Seorang penulis tidak ada artinya tanpa seorang pembaca. Sehingga pembaca menjadi penting. 

Oleh karena itu, kita share di medsos atau teman untuk membacanya. Karena seperti kepuasan tersendiri jika ada orang yang membaca dan itu semakin membuat kita termotivasi.

About the Author

Blogger pemula dari Makassar.

تعليقان (2)

  1. Halo kakak, kamu mendapat award dari saya, dicek ya :)
    https://enalgattuso8.wordpress.com/2020/05/15/liebster-award-kado-ulang-tahun-yang-unik/
    1. Terimakasih awardnya kakak.

      Hehe permainannya seru.👍
Tinggalkan komentar di bawah ini dan bagikan pendapat Anda tentang artikel di atas.