Refleksi Masa SD di MIS Al Khairaat Kanawu

Kami bersepuluh, lebih tepatnya berdua belas dalam foto yang di upload guru favorit saya, ka Abry Yanto di facebook. 10 siswa, 2 guru.

KAMI bersepuluh, lebih tepatnya berdua belas dalam foto yang di upload guru favorit saya, ka Abry Yanto di facebook. 10 siswa, 2 guru. Yah, beginilah gambaran sekolah saya semasa di madrasah.

Kelas 5 hanya saya sendiri. Kelas 4, kalau bukan empat, hanya tiga orang. Kelas 3 dan ke bawah saya lupa. Tapi inilah siswa MIS Al Khairaat Kanawu pada waktu itu. Kisaran antara tahun 2005 sampai 2009.

Ow iya, saat naik kelas 6, saya kedatangan teman. Pindahan dari sekolah lain. Jadi berdua melalui masa-masa ujian nasional. 

Guru kami waktu itu kayaknya hanya dua, eh bertiga dengan kepala sekolah. Ibu Rustia yang mengajar kelas 1-3, ka Abry kelas 4-6, dan Ust. Ahlan Kepala Sekolah.

Memakai jilbab, baju pendek sisip dalam, rok pendek, kaos kaki, dan sepatu. Begitulah seragam siswinya. Sementara untuk laki-laki, semua memakai peci, baju lengan pendek sisip dalam, celana pendek, kaos kaki, dan sepatu.

Rasanya ada yang ganjil dari seragam kami. Tapi itu tidak jadi masalah. Yang penting kami bisa belajar, memiliki teman, dan main bersama. Kuliah, bekerja, menikah, dan memiliki anak, belum terpikirkan waktu itu.

Ka Abri, begitu kami akrab menyapanya. Meskipun ia adalah guru kami di kelas, tapi di luar kelas, ia adalah teman bermain yang menyenangkan.

Dari foto itu, saya berusaha kembali mengingat. Mencoba menghubungkan setiap jaringan di otak yang pernah ada. 

Hasilnya saya hanya mengingat beberapa orang. Saya dibantu "om" Faisal menyebutkan nama-nama mereka.

Erwin, Zulfikar, Kasmin, Raisa, Irfandi, Hasnawati, Saiful Setiawan, Arjuna, Sukardin, Sukmawati. Adalah nama-nama di foto itu. Maaf jika ada yang salah atau kurang.

"Nama bapaknya juga saya tau semua," kata Faizal saat membalas komentar dengan menuliskan nama yang belum saya sebutkan sambil memasang emoticon tertawa diakhir komentarnya.

Alhamdulillah, beberapa diantara foto itu sudah menyandang gelar sarjana. Ada juga yang sudah menikah dan memiliki anak. 

Tentu menjadi kebanggaan guru kami. Semoga ilmu yang guru kami telah ajarkan menjadi amal jariyah kelak.

Dalam tulisan singkat ini, saya ingin sedikit berbagi kisah, sekaligus sebagai pengikat kenangan masa lalu, agar nantinya ketika saya lupa, bisa membuka blog dan membaca tulisan ini lagi.

Nama sekolah kami MIS Al Khairaat Kanawu. Lokasinya di Dusun Kanawu Bawah, Desa Tomado (sekarang Desa Olu), Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Saya memulai sekolah di sana sejak kelas 3, tahun 2005. Memang waktu itu siswi belum memakai kerudung. Meskipun sekolah madrasah.

Namun seiring berjalannya waktu, sudah mulai ada perkembangan. Siswi memakai jilbab, meskipun masih menggunakan baju dan rok pendek. 

Begitupun dengan siswa yang memakai seragam serba pendek. Bahkan, di awal-awal, banyak diantara kami yang memakai sendal hingga telanjang kaki belajar di sekolah.

Hal itu masih dianggap wajar. Karena sekolah di pedesaan, jalan becek, dan cuaca dingin. Banyak pula tinggal di hutan yang jaraknya berkilo meter dari sekolah. Saya termasuk salah satunya.

Ketika ka Abry mengajar, kami mulai disiplin dalam hal kehadiran, seragam, dan belajar. Tidak ada alasan untuk tidak memakai sepatu.

Waktu itu, saya menyimpan sepatu di sekolah. Berhubung jarak rumah yang jauh dari sekolah, ditambah jalan becek, dan melewati hutan dan kebun kakako. 

Saya telanjang kaki ke sekolah. Saat tiba di sekolah, barulah cuci kaki dan memakai sepatu. Sepatu saya jinjing pulang saat hari Sabtu. Karena harus dicuci.

Sejak kelas 3, saya hanya sendiri. Kelas 4, saya kedatangan teman pindahan dari sekolah lain, tapi tidak berlangsung lama, ia pindah lagi. 

Jadi, saat kelas 5 saya sendiri lagi. Ketika naik kelas 6, saya kedatangan siswa pindahan lagi dari sekolah lain. Jadi berdua sampai selesai.

Meskipun sendiri atau berdua, ditambah guru yang hanya itu-itu saja, tapi semangat belajar tidak pernah berkurang. 

Yah, meskipun saya kadang belajar bersama adik kelas. Tidak jadi masalah.

Dari semangat dan disiplin dalam belajar yang diajarkan waktu itu, hingga kami bisa "berhasil" seperti sekarang ini.

Ow iya, teman saya waktu kelas 6 namanya Agustiawan. Tapi panggilannya Apong. Saya juga tidak tahu asal usul kenapa nama panggilannya melenceng jauh dari nama aslinya.

Dia kuliah di Palu dan saya kuliah di Makassar. Sama-sama masuk kuliah, tapi dia lebih dulu sarjana. Alhamdulillah namanya sudah disertai gelar Sarjana Ekonomi di belakang.

Ini salah satu kesyukuran bagi kami pernah sekolah di MIS Al Khairaat Kanawu, dan pernah diajar sama ka Abry. 

Tanpa sekolah itu, dan tanpa ka Abry, kami mungkin tidak menjadi seperti sekarang ini.

Sekali lagi, melalui tulisan ini, saya ucapkan banyak terimakasih. Semoga apa yang telah ka Abry ajarkan menjadi amal jariyah kelak. Aamiin.

***

DEMIKIAN cerita tentang Refleksi Masa SD di MIS Al Khairaat Kanawu. Terimakasih sudah membaca sampai selesai.

Salam,

About the Author

Blogger pemula dari Makassar.

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di bawah ini dan bagikan pendapat Anda tentang artikel di atas.