BAGI sebagian kelompok, bullying begitu renyah. Percakapan terasa hambar jika bertemu tanpa mem-bully terlebih dulu. Bahkan ada anggapan teman yang sering saling mem-bully tanpa ada merasa tersakiti atau tersinggung, hubungannya sangat baik.
Tapi tidak semua orang seperti itu. Ada yang malah sebaliknya. Karena takut di-bully, sehingga tidak ingin bergaul. Memilih menyendiri, bahkan ada yang sampai depresi hingga bunuh diri karena bullying.
Sebegitu berbahanya bullying dalam kehidupan sosial. Lalu sebenarnya apa saja yang termasuk bullying, penyebab terjadinya, dan bagaimana cara mencegah bullying?
Berikut ulasan singkat dari materi yang saya dapatkan setelah mengikuti Training For Peace Educators (TFPE) yang diadakan oleh KITA Bhinneka Tunggal Ika.
Ilustrasi bullying (Sumber: pexels.com). |
Jenis-Jenis Bullying
Ketika manusia pertama kali keluar dari alam rahim, kadang langsung mendapat ungkapan seperti, hitam, kecil, keriting, pesek, dan lain sebagainya yang dianggap sebagai hal beda pada umumnya oleh orang dewasa yang melihatnya.
Pada saat mulai bisa berbicara, kesalahan dalam pengucapan anak-anak sering menjadi bahan ledekan orang dewasa.
Bahkan ketika mereka melakukan kesalahan, orang tua atau orang yang lebih tua malah memukulnya.
Atau mencoba membanding-bandingkan dengan orang lain dengan menyebutkan setiap kekurangan si anak tersebut.
Begitu masuk sekolah, si anak kembali mendapat banyak perlakuan hal serupa.
Bukan hanya dari kakak tingkatnya yang lebih dulu sekolah, tapi guru juga terkadang menghukum siswa dengan cara memukul ketika melakukan kesalahan.
Atau mempermalukannya dengan menyebutkan kekurangan yang dimilikinya ketika tidak bisa menjawab tugas yang diberikan.
Di kampus juga tidak jarang terjadi seperti itu. Baik pada saat penerimaan mahasiswa baru, ospek, hingga latihan dasar kepemimpinan di berbagai organisasi.
"Kita melakukan ini untuk melatih mental mereka. Kami juga dulu ditempa seperti ini." Kira-kira begitu kalimat yang mereka ungkapkan.
Hal serupa juga kembali terjadi setelah sarjana, masuk di dunia kerja, menikah, berkeluarga, hingga di usia tua, kadang masih mendapat ungkapan hal serupa.
Keriput, penglihatannya sudah rabun, atau cara berbicara yang kembali seperti anak kecil. Semua bisa menjadi bahan ledekan dan tertawaan.
Sehingga, dapat saya simpulkan, dari pengalaman saya, bahwa bullying itu sudah terjadi sejak lahir hingga tua. Karena seringnya terjadi, hal tersebut sudah dianggap biasa dan wajar.
Sebagian orang ada yang bisa tetap bertahan, bahkan bisa menjadi lebih baik dan memiliki resiliensi yang tinggi setelah melalui setiap bullying.
Tapi banyak juga yang malah menjadi kurang percaya diri, stress, depresi, hingga bunuh diri karena perilaku tersebut.
Nah hal seperti ini yang mesti dihindari. Caranya yah dengan mengenali, memahami, dan menyadari perilaku tersebut.
Sederhananya, bully dapat diartikan sebagai segala perilaku menyakiti orang lain secara fisik maupun psikis baik secara langsung ataupun melalui media sosial.
Perilaku bully bukan hanya terjadi secara fisik seperti memukul, tetapi juga secara verbal.
Penyebab Bullying
Bullying terjadi karena adanya ketidak seimbangan kekuatan. Ada yang merasa kuat dan ada yang merasa lemah.
Ada yang merasa sempurna dan ada yang merasa serba kekurangan. Serta ada aktor pendukung dalam melakukan bullying.
Aktor bully (Sumber: slide materi Training For Peace Educators KITA Bhinneka Tunggal Ika). |
Pelaku adalah orang yang merasa kuat dan sempurna. Sementara korban adalah yang merasa lemah, memiliki banyak kekurangan, dan memberi peluang kepada pelaku.
Selain pelaku dan korban, salah satu faktor yang membuat bully terjadi dan berkelanjutan karena adanya aktor pendukung.
Sekelompok orang yang memberi dukungan kepada pelaku, dan menikmati bersama melihat penderitaan serta segala kekurangan yang dialami oleh si korban.
Biasanya pelaku adalah orang yang lebih tua dan merasa lebih sempurna. Dalam lingkup keluarga, biasanya orang tua atau kakak. Dalam pendidikan pelaku biasanya guru atau senior.
Pelaku biasanya melakukan bullying karena pernah mengalami hal yang serupa. Pernah di-bully oleh senior atau gurunya.
Sehingga ketika memiliki junior, dia sudah merasa memiliki power dan kelebihan untuk melakukan hal serupa.
Sehingga sering sekali kita menjumpai senior mem-bully juniornya.
"Kami dulu juga diperlakukan seperti itu. Bahkan di zaman kami lebih parah. Ini kami lakukan untuk membentuk mental kalian." Kira-kira begitulah perspektif yang diungkapkan oleh pelaku.
Sementara si korban, kadang mereka yang tidak memiliki kemampuan, dan bahkan cenderung memberi peluang pelaku untuk membullynya.
Meskipun dalam batinnya memiliki banyak pertentangan, karena merasa kecil, muda, junior, dan serba tidak mengetahui, sehingga rela untuk di-bully.
Adapun aktor pendukung adalah kelompok yang cenderung ingin bermain aman dan menikmati penderitaan si korban.
Tidak jarang, aktor pendukung yang menjadi pemicu dan pemanas sehingga semangat pelaku untuk melakukan aksinya semakin membara.
Cara Mencegah Bullying
Melihat alur dan aktor dalam bullying, ada sebuah circle yang terus terjadi dan berulang. Hanya aktornya yang terus berganti.
Dengan kata lain seperti ini. Apa yang dipercayai oleh si pelaku, akan mempengaruhi tindakannya. Dan tindakan si pelaku akan mempengaruhi kepercayaan orang lain atau si korban.
Dan ketika itu sudah menjadi sesuatu yang diyakini oleh si korban, keyakinannya itu akan terwujud dalam tindakan dan itu kembali akan mempengaruhi keyakinan orang lain. Begitu seterusnya.
Cara mencegah bullying (Sumber: slide materi Training For Peace
Educators KITA Bhinneka Tunggal Ika). |
Lalu bagaimana cara mencegahnya untuk memutus mata rantai bullying? Ada tiga tahap yang bisa dipetakan.
Pertama adalah pra bullying atau saat bullying belum terjadi. Ada beberapa hal yang harus dilakukan yakni mengenali bentuknya, kemudian menyadari resikonya, dan menutup peluang terjadinya bullying.
Dengan mengenali bentuk-bentuknya, seperti secara verbal, fisik, mental, maupun cyber, kita bisa lebih mudah menyadarinya.
Sehingga bisa mengantisipasi dan mencegah terjadinya bullying. Minimal ketika menyadarinya, kita tidak menjadi pelaku, korban, atau hanya sekadar pendukung.
Karena banyak diantara kita, karena sudah terbiasa dengan hal tersebut, sehingga tidak menyadari kalau yang dilakukan itu adalah bullying. Atau hanya sekadar sebagai pendukung orang yang melakukan itu.
Kedua adalah saat bullying sedang terjadi. Hal yang bisa dilakukan adalah menangani kasusnya dan memberdayakan aktornya.
Ketika bullying sudah terlanjur terjadi, bisa memetakkan aktornya terlebih dulu. Memberikan pemahaman kepada pelaku tentang dampak dari perbuatannya.
Selain itu, support system juga perlu diberikan kepada korban untuk menutup peluang pelaku untuk mem-bully.
Dan terakhir, ketika aksi bullying telah terjadi. Hal yang bisa dilakukan adalah mengambil pelajaran dari kejadian tersebut.
Sudah banyak contoh peristiwa yang terjadi akibat dampak bully. Itu bisa menjadi refleksi kita sebelum berbicara maupun bertindak terhadap orang lain. (*)