DI DEPAN saya ini adalah patung Mbah Suro, mandor yang dikenal punya ilmu kebatinan. Di depannya, patung orang rantai mendorong gerobak. Isinya batu bara.
Orang rantai adalah sebutan bagi pribumi yang dipekerjakan secara paksa oleh Belanda. Mereka dipaksa bekerja dengan kaki, tangan, dan leher terikat rantai.
Mereka menggali batu bara, membuat lubang dan terowongan hingga 1,5 kilometer berkelok-kelok di bawah tanah.
Selama lobang itu digali, diperkirakan ada ratusan orang rantai meninggal. Bahkan mungkin lebih.
Lubang itu kini menjadi objek wisata di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Kota arang yang menjadi situs tambang tertua di Asia Tenggara.
Selain kota arang, Sawahlunto juga dijuluki sebagai kota tambang.
Lubang itu diberi nama Mbah Suro, nama mandor orang rantai yang disegani itu.
Beberapa tahun lalu, saya mengunjungi tempat ini. Menelusuri lubang di bawah tanah itu.
Pertamanya kita turun tangga ke bawah tanah. Ada puluhan anak tangga ke bawah.
Kemudian di bawah sana sudah menjadi terowongan. Tapi datar. Juga beberapa lubang.
Ternyata bukan tanah. Dinding lubang ini batu bara.
Semakin jauh lubang dari pintu masuk, semakin gelap. Hanya ada beberapa cahaya lampu yang redup.
Di beberapa titik, kami dilarang menelusurinya karena dianggap berbahaya.
Lubang Mbah Suro ini salah satu bukti sejarah kekejaman kolonial Belanda.
Sebelum menelusuri lobang ini, terlebih dulu diantar ke sebuah gedung. Di dalam gedung itu terpajang beberapa peninggalan.
Seperti rantai, palu, hingga jimat yang dimasukkan dalam kaca. Kami sempat dijelaskan sekilas sejarah Mbah Suro dan orang-orang rantai itu. (*)