MASALAH itu sebenarnya jauh lebih penting daripada masalah itu sendiri. Selagi ada masalah, artinya di situ ada harapan. Sementara harapan bisa jadi penyemangat kita untuk hidup dan terus bergerak.
Ada yang mengatakan bahwa harapan bisa menjadi obat segala penyakit. Seperti dalam cerita Kotak Pandora.
Berawal dari Pandora yang penasaran dengan kotak misterius miliknya. Meski dilarang membuka kotak itu, Pandora tetap membukanya.
Sehingga seluruh hal buruk, penyakit dan segala macamnya keluar dari kotak tersebut. Setelah semua yang buruk itu keluar, ternyata masih ada satu yang tersisa yakni harapan. Inilah yang bisa mengalahkan semua hal buruk itu.
Setiap orang pasti memiliki harapan, keinginan, ataupun impian. Harapanlah yang memacu kita bergerak untuk mencapainya.
Namun, harapan tidak selalu terjadi sesuai dengan kenyataan. Ketika itu terjadi, maka muncullah sebuah masalah. Dan itu pasti tidak bisa terhindarkan. Hampir dalam setiap harapan selalu ada masalah. Tapi dalam setiap masalah selalu ada harapan.
Beberapa waktu lalu, adik-adik di organisasi mengajak berdiskusi terkait problem solving. Sebuah topik yang membahas tentang masalah yang di dalamnya ada harapan.
Saya sendiri tidak memahami dengan baik itu. Apalagi saya tidak pernah belajar secara khusus terkait teorinya. Namun, selama kurang lebih empat tahun di lembaga tersebut, sedikit banyak masalah yang saya temukan. Mulai masalah sederhana seperti krisis keuangan hingga bermasalah dengan pejabat kampus gegara liputan.
Beberapa masalah diantaranya selalu terulang kembali. Apalagi struktur dan sebagian besar program kerja masih sama. Namun ada banyak perubahan, bukan hanya pola berorganisasi, tapi juga program kerja jauh berbeda dengan yang saya pernah dapatkan.
Dari sinilah, saya berbagi pengalaman dan cara menyelesaikan masalah. Begitupun sebaliknya, saya belajar dari masalah adik-adik diorganisasi yang sebelumnya belum pernah saya dapatkan. Kami berdiskusi dua arah, tanpa banyak berteori.
Sederhananya, kami mendefinisikan masalah yakni harapan yang tidak sesuai dengan realita. Apapun itu jika terjadi tidak sesuai dengan harapan adalah sebuah masalah.
Ketika ada kebijakan yang mengatur uang kuliah tunggal atau UKT harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi orang tua. Begitupun dengan pembagian kuota penerima UKT golongan satu hingga tujuh atau delapan.
Namun faktanya di lapangan banyak mahasiswa mendapatkan UKT tidak sesuai pendapatan orang tua. Begitupun dengan pembagian kuota golongan UKT yang cenderung lebih banyak golongan tertinggi dibanding terendah.
Jika orang tua memiliki uang banyak tentu bukan masalah. Karena harapannya untuk kuliah bisa dicapai dengan membayar. Tapi bagi mereka yang punya harapan kuliah tapi realita biaya pendidikan mahal, di situlah letak masalah yang ada.
Contoh lain misalnya kondisi lembaga kemahasiswaan yang kian kemari makin ditinggalkan mahasiswa. Marwah BEM-Maperwa maupun UKM kian tergerus. Hampir tiap perekrutan anggota baru, peminat makin menurun. Mereka yang mendaftar pun kadang hanya beberapa saat saja kemudian keluar.
Bahkan, beberapa BEM-Maperwa fakultas, juga himpunan jurusan mandek. Roda organisasi tidak lagi berputar. Hingga ada dibekukan.
Hal ini juga menjadi masalah. Sebab, mahasiswa diharapkan dapat menjadi agent of change, social of control, moral of force, ataupun iron stock. Lembaga kemahasiswaanlah menjadi salah satu wadah untuk mengasah dan mengaplikasikan fungsi tersebut. Tentunya dengan tidak meninggalkan tugas utama yakni kuliah.
Tetapi waktu kuliah pun berbeda dengan semasa sekolah yang sudah terjadwal mulai pagi hingga siang atau sore. Di kampus, jadwal kuliah kadang tidak menentu. Bisa masuk siang saja, atau pagi saja, atau pagi hingga sore. Tergantung SKS yang diambil.
Umumnya, SKS banyak di awal semester. Semakin tinggi semester, SKS makin menurun. Bahkan bisa saja dalam seminggu pertemuan hanya dua kali. Nah waktu kosong kuliah ini waktunya dimanfaatkan untuk berorganisasi.
Selain fungsi mahasiswa yang saya sebutkan di atas, mahasiswa juga bisa mengembangkan bakat di unit kegiatan mahasiswa atau UKM sesuai minat.
Namun, harapan BEM-Maperwa maupun UKM mulai jauh dari realita. Sejak pandemi, mahasiswa banyak belajar dari rumah. Interaksi di kampus mulai berkurang. Setelah pandemi mulai melandai, kebijakan kampus merdeka muncul. Tidak jarang mahasiswa yang mengikuti program tersebut ke luar daerah selama satu semester. Tentu mereka tidak bisa aktif berorganisasi di kampus.
Kondisi ini menjadi secuil masalah di organisasi kemahasiswaan. Sebenarnya ada lebih banyak lagi masalah yang hadir. Karena lembaga kemahasiswaan memiliki banyak harapan atau tujuan.
Itu sebagai sebuah contoh untuk memantik diskusi. Lalu bagaimana menyelesaikan masalah-masalah yang hadir?
Setidaknya pada diskusi kami, yang perlu disadari adalah ruang kendali, ruang pengaruh, serta ruang yang tidak bisa dikendalikan atau dipengaruhi. Kondisi realita muncul atau terjadi kadang di luar kendali.
Harapan kita adalah sesuatu yang belum terjadi. Sehingga untuk mencapainya dibutuhkan tindakan untuk mencapainya. Tindakan inilah yang masuk dalam ruang kendali kita.
Sehingga, dalam menyelesaikan masalah, kita harus fokus pada ruang kendali. Apa yang bisa kita lakukan dan siapa yang bisa kita pengaruhi. Sebab kita tidak bisa mengendalikan di luar kita.
Contoh sederhana hujan misalnya. Hujan bukanlah masalah tetapi berkah bagi makhluk hidup. Namun kadang menjadi masalah ketika kita ingin pergi ke kampus dan tiba-tiba terjadi hujan.
Untuk mengatasi masalah itu adalah dengan cara menggunakan payung atau jas hujan. Nah hujan itu terjadi di luar kendali. Sementara yang bisa dikendalikan adalah memakai payung atau jas hujan.
Nah, untuk mengahadapi masalah, yang perlu disadari pola pikir atau perspektif kita terhadap masalah itu. Ketika kita menyadari masalah itu di luar kendali, kita akan tidak terlalu khawatir. Kita hanya perlu fokus pada ruang kendali dan lingkungan pengaruh.
Dengan mengetahui dan menyadari ruang kendali dan sebaliknya, kita juga perlu mencari tahu akar penyebab masalah. Dengan mengetahui akar masalah, kita bisa membuat rencana yang baik untuk menyelesaikannya.
Jadi yang perlu dipetakan adalah mengetahui bagaimana kondisi seharusnya. Kemudian realita yang terjadi. Penyebab harapan itu tidak terwujud atau penghambat (masalah).
Sebelum mengambil tindakan solusi, perlu diperhatikan siapa saja terlibat dalam penghambat itu. Siapa yang bisa dipengaruhi dan diajak bekerja sama serta siapa yang sulit untuk diajak bekerja sama. Setelah itu barulah fokus pada ruang kendali dan ruang pengaruh untuk menemukan solusi.(*)