SETELAH mengikuti pelatihan jurnalistik di Kota Sawahlunto selama empat hari, kami -para pers mahasiswa dari berbagai daerah- kembali ke Padang. Kami yang dari Makassar, Medan, dan Palembang menginap di sekretariat SKK Ganto di dalam kampus Universitas Negeri Padang (UNP).
Malam harinya, kami menyusun rencana lokasi wisata di Sumatera Barat yang menarik dikunjungi esok pagi. Ada beberapa opsi yang ditawarkan oleh teman-teman di UNP, salah satunya adalah Istano Basa Pagaruyung.
Dari kampus UNP, tempat kami menginap, lokasi tersebut berjarak sekitar 98 kilometer. Cukup jauh sih. Tapi karena katanya itu menarik, unik, dan kaya akan sejarah kerajaan di masa lampau, kami pun memutuskan untuk Istano Basa Pagaruyung sebagai tempat untuk dikunjungi.
Kami bersepuluh. Enam dari Makassar, dua Palembang, satu Medan, dan satu lagi tuan rumah: Padang. Kami rental mobil. Ngumpul uang masing-masing Rp 50 ribu. Itu sudah cukup dengan membeli bensin pulang pergi. Untuk makan dalam perjalanan, bayar sendiri-sendiri atau BSS.
"Kita rental mobil. Ada yang bisa mengemudi?" tanya seorang teman.
Sebenarnya, diantara kami, ada mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif: saya dan Masturi. Di kampus, di UNM, kami mempelajari seputar perbaikan dan perawatan kendaraan. Sayang sekali, diantara kami berdua tidak ada yang bisa mengemudi. Karena memang di kampus tidak ada mata pelajaran mengemudi. Haha.
"Kalau perbaiki mobil bisa. Kalau mengemudi bisa juga: bisa buat jalan baru. Haha," kataku tertawa. Saya dengan Masturi belum bisa mengemudi apalagi di jalan poros yang ramai kendaraan.
"Saya dengan Said bisa," kata Fatur, salah satu diantara kami. Fatur dan Said adalah mahasiswa Universitas Hasanuddin. Jurusan mereka bukan otomotif tapi jago mengemudi. Fatur mahasiswa Hukum, sementara Said mahasiswa Matematika.
Jadilah kami berangkat pagi hari. Dalam perjalanan, kami sangat menikmati pemandangan 'Kota Tercinta' itu. Banyak bukit dan gunung yang dilalui. Bahkan sempat dapat macet cukup lama karena ada jalanan yang longsor.
Selain, pemandangan yang memanjakan mata, kuliner yang kental rempah juga tak kalah nikmat meresap di lidah. Beberapa kali kami singgah di warung makan saat pergi dan pulang.
Lokasi Istano Basa Pagaruyung
Istana ini berlokasi di Jalan Sutan Alam Bagagarsyah, Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Titiknya bisa dilihat pada peta di bawah ini.
Saya lupa berapa jam waktu yang kami habiskan dalam perjalanan dari Kampus UNP di Kota Padang. Yang jelas kami tiba setelah waktu Ashar.
Lelah dalam perjalanan terbayarkan dengan pemandangan istana kerajaan yang berdiri pada tahun 1347 ini.
Saat tiba, tempat ini sudah ramai pengunjung. Kami masuk lewat pintu gerbang. Menaiki beberapa tangga sebelum tiba di depan istana.
Di depan istana kami disambut sepasang badut uda dan uni Minang. Mereka berjoget menyambut wisatawan. Salamaik datang.
Sejarah Istano Basa Pagaruyung
Melansir dari laman kemdikbud.go.id, Istano Basa Pagaruyung dulunya adalah kediaman dari Raja Alam. Tempat ini juga sekaligus sebagai pusat pemerintah dari sistem konfederasi yang dipimpin oleh triumvirat atau tiga pemimpin dengan julukan 'Rajo Tigo Selo'.
Adapun sistem kepemimpinan kerajaan yakni dibantu dengan dua orang wakil. Keduanya adalah raja adat yang berkedudukan di Buo dan raja ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Kedua wakil ini memutuskan berbagai perkara yang berkaitan dengan permasalahan adat serta agama.
Tetapi, jika suatu permasalahan tidak terselesaikan maka barulah Raja Pagaruyung atau Raja Alam turun tangan menyelesaikannya.
Bangunan asli dari istana ini awalnya berlokasi di Bukit Batu Patah. Setelah insiden tahun 1804 istana ini didirikan kembali, tetapi terbakar habis pada tahun 1966.
Pada 27 Desember 1976 upaya rekonstruksi ulang kembali dilakukan dengan ditandai peletakan tunggak tuo atau tiang utama oleh Gubernur Sumatera Barat saat itu Harun Zain. Istana ini dibangun kembali di lokasinya yang baru di sisi selatan bangunan asli, yaitu lokasi saat ini.
Keunikan Istano Basa Pagaruyung
Istana ini memiliki ciri khas khusus yang berbeda dari rumah gadang lainnya. Saya melihatnya justru lebih mirip dengan rumah adat Tongkonan Toraja di Sulawesi Selatan. Khususnya pada bagian atap yang gonjong seperti tanduk.
Kemiripan lainnya dengan rumah adat Toraja adalah identik dengan kerbau. Di bagian depan agak ke samping sisi kiri istana ini, juga terdapat patung kerbau besar. Dua teman saya dari Palembang turut mengabadikan diri dengan kamera di patung kerbau itu. Mereka berpose mesra.
Bangunan Istano Basa Pagaruyung bak rumah panggung. Ukurannya cukup besar. Dindingnya dihiasi ornamen ukiran berwarna-warni. Sangat memanjakan mata.
Istana ini berlantai 3. Terdiri dari 72 tonggak dan 11 gonjong atap yang terbuat dari ijuk. Saat hendak memasuki istana ini, terlebih dulu kami menaiki anak tangga. Sandal dilepas. Ada petugas yang menyimpannya dalam kantong kresek.
Dalam istana ini tampak megah. Terdapat banyak keramik, senjata tradisional, tongkat, nisan dan benda lainnya.
Sayang sekali dari 3 kamera yang kami bawa, tak satupun dokumentasi di dalam istana ini tersimpan.
Menunggu Senja Berlalu
Istana ini tutup menjelang magrib. Pengunjungnya sudah pada pulang. Namun kami masih tetap tinggal di sekitarnya. Menikmati suasana waktu yang siap berganti dari terang menjadi gelap. Kami cukup menikmati senja datang lalu berlalu.
Tidak seperti di pantai. Kami tidak melihat senja di istana ini. Di belakang istana merupakan bukit.
Namun cahaya lampu berwarna orange bak suasana di langit pantai saat senja. Hal ini kami abadikan. Lalu pulang setelah magrib.
Gambar Istano Basa Pagaruyung
Berikut beberapa gambar yang sempat kami abadikan di Istano Basa Pagaruyung ini. Sebenarnya ada seratusan foto dari tiga kamera. Tapi saya upload beberapa saja.
Sayang sekali, suasana di dalam istana ini tidak tersimpan dalam kamera satupun. Padahal di dalam juga banyak benda pusaka yang menarik.
Foto bersama di depan Istano Basa Pagaruyung. |
Badut menyambut pengunjung. |
Pintu masuk Istano Basa Pagaruyung. |
Ornamen dinding Istano Basa Pagaruyung. |
Atap Istano Basa Pagaruyung. |
Berjalan. |
Bergaya. |
Bergembira. |
Berpose. |
Mesra dengan patung kerbau. |
Memotret. |
Duduk. |
Pintu gerbang Istano Basa Pagaruyung. |
***
DEMIKIAN cerita perjalanan Menyaksikan Kemegahan Istani Basa Pagaruyung. Bagaimana ceritanya? menarik kan. Saya sarankan jika jalan-jalan ke Sumatera Barat, bolehlah sempatkan mengunjungi tempat ini.
Selain Istano Basa Pagaruyung, masih banyak lagi tempat wisata di Sumatera Barat yang kaya akan sejarah di masa lampau. Sebagian sudah saya tulis di artikel lainnya.
Terimakasih sudah membaca sampai selesai. Silakan tinggalkan jejak di kolom komentar agar kita bisa saling kenal.
Salam,