PADA tahun 2018 lalu, kami menggelar Pelatihan Jurnalistik Nasional (Pinisi) di Makassar. Pesertanya adalah insan pers mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia.
Ada sekitar 20-an peserta dari berbagai latar belakang suku, agama, ras, dan budaya. Mereka datang untuk belajar jurnalistik di tingkat advance.
Selain menerima materi jurnalistik, kami selaku panitia juga memperkenalkan sedikit tentang budaya Bugis-Makassar.
Tak ketinggalan kuliner khas Makassar. Salah satunya adalah coto.
Kami membawa mereka ke warung coto yang terkenal dan terenak di Kota Makassar. Namanya warung Aroma Coto Gagak.
"Yah teman-teman sekarang kita pergi makan di Coto Gagak," kata panitia ke peserta.
Raut wajah beberapa peserta tampak bingung mendengar kata Coto Gagak. Mereka merasa aneh. Seorang peserta langsung bertanya.
"Makan Coto Gagak?"
"Emang burung Gagak bisa dibuat coto dan dimakan?" dia bertanya dengan rasa penasaran.
Mendengar pertanyaan peserta yang kebingungan itu, kami panitia dan beberapa peserta yang orang Makassar tertawa. Barulah dijelaskan kalau itu hanya nama warung.
Warung tersebut berlokasi di Jalan Gagak. Sehingga diberi nama Coto Gagak. Isinya bukan burung gagak. Hehe.
Isinya adalah Coto Makassar yang terbuat dari daging dan jeroan sapi. Seperti daging, jantung, hati, usus, babat, dan paru sapi.
Potongan-potongan tersebut dicampur dalam mangkuk lalu disiram dengan kuah yang kental dan gurih berempah.
Rasanya? Jangan ditanya. Mantap. Tidak afdhol rasanya kalau ke Makassar dan tidak mencicipi Coto Makassar.
Untuk menu Coto Makassar, bisa diatur sesuai selera. Jika ingin semuanya, bisa memesan campur. Artinya daging dan jeroan sapi yang terpotong-potong digabung dalam satu porsi.
Berbeda dengan makanan pada umumnya. Coto Makassar punya menu beragam dengan akronim yang nyeleneh. Seperti berikut ini.
- Janda. Bukan perempuan yang ditinggal suaminya yah. Tapi janda akronim jantung dan daging.
- Haus Janda (hati usus jantung daging).
- Janda Panas (jantung daging pakai nasi).
- Janda Baru (jantung daging babat paru).
- Jahat (jantung hati).
- Hadija (hati daging jantung).
- Dansa (daging saja). Dan masih banyak menu lagi.
Jadi misalnya yang pesan hanya suka daging saja, boleh pesan Dansa.
Atau kalau suka hanya jantung dan daging saja, cukup teriak bilang "pesan janda". Pemilik warung Coto pasti langsung mengerti.
Ternyata, makanan khas kota yang berjuluk Anging Mammiri ini membekas di lidah hingga ke dalam hati peserta Pinisi.
Bahkan ada yang membuat laporan cerita perjalanannya selama di Makassar. Laporan itu diterbitkan di medianya.
Dalam laporannya, Coto Makassar tidak ketinggalan. Sayangnya, karena yang mengedit orang Medan, dan mungkin belum pernah mendengar kata coto. Sehingga dalam laporan perjalanan yang terbit tertulis Soto Makassar.
"Padahal aku tulis Coto Makassar. Tapi diedit sama editor jadi soto," kata seorang peserta yang kuliah di UIN Sumatera Utara.
Jadi begitu yah teman-teman cerita singkat tentang Coto Gagak dengan peserta Pinisi.
Jadi kalau kalian dari luar Sulsel dan datang ke Makassar, harus coba Coto Makassar. Dan satu lagi, kalau menulis coto, pakai huruf C pertamanya. Bukan S. Hehe.
***
Coto Makassar (sumber foto: kompas.com). |
DEMIKIAN cerita tentang salah kaprah Coto Gagak, aslinya Coto Makassar. Terimakasih sudah membaca sampai selesai. Silakan tinggalkan jejak di kolom komentar agar kita bisa saling kenal.
Salam,