HARI ini adalah Jumat. Laki-laki muslim yang telah baligh, wajib hukumnya mendirikan salat Jumat. Keutamaannya sangat banyak.
Jika ada yang meninggalkannya selama tiga kali berturut-turut tanpa udzur, maka dalam hadits disebutkan orang tersebut kafir.
Jarak masjid dari rumahku kira-kira hanya sekitar 300 meter. Saya ke masjid pakai sepeda motor.
Dalam perjalanan, ada masalah. Mesin sepeda motorku tidak stabil. Gasnya tidak bisa naik. Selalu mau mati. Tapi saya bisa sampai dengan mesin tersendat-sendat.
Khatib Jumat Bahas Hari Akhir
Khatib baru saja naik ke mimbar saat saya masuk masjid. Tapi masih duduk. Belum mengucapkan salam.
Saya masih bisa salat tahiyatul masjid. Muadzin masih duduk. Adzan kedua belum dikumandangkan.
Dalam khutbah Jumat, khatib membahas tentang hari akhir. Masa dimana kita mempertanggungjawabkan segala yang dikerjakan di dunia.
Meski belum pernah melihat dan belum pernah terjadi, sebagai umat Islam, kita yakin kalau hari itu pasti akan terjadi.
Kita percaya hari kiamat pasti akan terjadi. Lalu, setelah mati, kita akan dibangkitkan kembali.
Di sanalah kita akan dimintai pertanggung jawaban. Jika yang dilakukan adalah keburukan, maka akan dibalas dengan keburukan.
Begitupun sebaliknya, ketika kita melakukan kebaikan, pasti akan dibalas dengan Kebaikan, bahkan berkali lipat.
"Di yaumul akhir, semua anggota badan kita akan menjadi saksi atas apa yang telah kita kerjakan di dunia," kata khatib.
Oleh karena itu, di akhir khutbah pertama, sang khatib mengajak seluruh jamaah untuk terus berbuat baik. Karena hanya dengan kebaikan membuat kehidupan selanjutnya menjadi bahagia di surga.
"Mari kita laksanakan segala yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala larangan-Nya," katanya sebelum menutup khutbah pertama dengan doa.
Setelah khutbah pertama selesai, khatib duduk sejenak. Lalu berdiri lagi dengan merapalkan doa-doa dalam bahasa Arab.
Adapun yang menjadi imam salat adalah Akhyar. Orangnya masih muda. Mungkin seusia dengan saya. Suaranya merdu. Dia hapal banyak surah dalam Al Qur'an.
Dua surah yang dibaca setelah Al Fatihah adalah surah panjang. Bukan surah-surah pendek dalam jus amma yang biasa dibaca oleh imam. Ia langsung membaca ayat tanpa basmalah.
Meski seumuran, saya tidak akrab dengannya. Belum pernah saling menyapa. Saya tahu namanya dari orang-orang. Namanya sering disebut. Imam muda bersuara merdu.
Balasan Kebaikan
Hujan deras tiba-tiba mengguyur di penghujung salat. Saat selesai, hujan masih turun membasahi bumi. Namun hanya sebentar, lalu reda.
Ketika saya mau naik motor, tiba-tiba seorang ibu memanggil dari belakang: Ibu Nikma.
Dia adalah seorang guru. Baru saja selesai mengajar. Kebetulan rumahnya berdekatan dengan rumahku. Dia mau ikut.
"Mauka' dibonceng. Bisaji?," kata Ibu Nikma.
Dengan sigap saya iyakan. "Iye bisaji," kataku.
Ini adalah salah satu bentuk kebaikan yang bisa saya lakukan. Seperti yang dikatakan khatib saat khutbah Jumat.
"Cuman buntu-buntu motorku. Semoga bisaji sampai di rumah," ucapku.
"Iye yang penting sampai," kata Ibu Nikma.
Dalam perjalan, yang saya khawatirkan terjadi. Hanya ada sedikit jalan menanjak. Gas sepeda motor saya tidak mau naik. Mesin mogok. Mati.
Ibu Nikma turun. Dari belakang om saya yang juga tetangga rumah, datang. Dia juga baru pulang dari salat Jumat.
Dia berhenti. Ibu Nikma ikut sama om itu. Sementara saya masih mencoba menghidupkan sepeda motorku.
"Duluanka pale saya nah," kata Ibu Nikma sambil naik motor lalu pergi.
"Iye bu," jawabku.
Memang niat baik tidak selalu berjalan dengan baik. Kadang ada saja sesuatu yang terjadi di luar kendali kita.
Tapi mengeluh bukanlah solusi dari masalah. Saya tetap berusaha menghidupkan motor saya.
Tiba-tiba dari belakang Akhyar -imam salat Jumat tadi- mendekat. Dia berhenti di dekatku yang masih berusaha menghidupkan motor.
"Mauki ditonda," dia menawari.
Lagi-lagi dengan sigap saya jawab: Iye.
Dia pun tonda -mendorong motor saya pakai kakinya- saya sampai di depan rumahku. Akhirnya sampai.
Saya ucapkan terimakasih. Kemudian dia putar balik. Karena rumahku melewati rumahnya.
Berbuat Baiklah dengan Tulus
Berbuat baik sudah seharusnya dilakukan dengan tulus, tanpa mengharap balasan.
Membantu orang lain adalah ruang kendali kita. Sementara mengharap orang lain membalas kebaikan kita adalah sesuatu di luar kendali kita.
Jika kita melakukan kebaikan dengan mengharap orang membalasnya dengan kebaikan, maka ada potensi kita kecewa dan sakit hati jika itu tidak dibalas.
Tidak selalu kebaikan yang kita lakukan dibalas oleh orang itu juga. Terkadang yang membalasnya adalah orang lain yang bahkan tidak pernah kita bantu.
Seperti yang saya alami sepulang salat Jumat tadi.
Saya juga teringat saat pertama kali ke Makassar untuk kuliah. Saya sangat banyak dibantu om saya.
Mulai mengantar saya ke kampus, mencarikan kos-kosan, hingga kebutuhan saya lainnya yang sama sekali saya tidak tahu.
Tapi saya tidak tahu mau membalas kebaikannya dengan cara apa. Dia tidak membutuhkan bantuanku. Dia juga tidak berharap saya membalas kebaikannya.
Saya berpikir, mungkin cara membalas kebaikannya adalah dengan cara kuliah dengan baik. Alangkah kecewanya jika dia sudah bantu saya, tapi saya tidak kuliah dengan baik. Apalagi jika tidak selesai dari kampus.
Ketika dua sepupu saya dari kampung juga mau sekolah di SMKN 6 Makassar dan kuliah di Unhas, mereka butuh bantuan.
Di sinilah saya bisa membantu mereka dengan tulus tanpa mengharap balasan apapun. Seperti yang dilakukan om saya saat pertama kali saya ke Makassar.
Demikianlah kehidupan. Harapan tidak selalu beriringan dengan kenyataan.
Meneruskan materi khutbah khatib salat Jumat tadi, teruslah berbuat baik. Insya Allah akan dibalas dengan kebaikan pula.
Jika bukan yang orang yang dibantu membalasnya, mungkin Allah mengutus orang lain. Jika bukan di dunia, Insya Allah balasannya di akhirat.
Penutup
Demikian cerita tentang hikmah salat Jumat: berbuat baiklah dengan tulus. Terimakasih sudah membaca sampai selesai. Silakan tinggalkan jejak di kolom komentar agar kita bisa saling kenal.
Salam,