RASANYA, lidah seperti kelu jika orang Bugis Makassar menyebutkan kata 'Selatan' tanpa menambahkan huruf 'G' diakhir. Mungkin inilah salah satu kelebihan bahasa kami.
"Lo tega si tu (mau kemana)?"
"Pulang dulu ke Selatang."
Begitulah sepenggal dialog yang sering terdengar di tempat saya merantau dulu di Lindu, Sulawesi Tengah. Selatang merujuk pada Provinsi Sulawesi Selatan.
Di Lindu, ada begitu banyak orang Bugis Makassar mengadu nasib. Asal daerahnya berbeda-beda. Mulai Pinrang sampai Bulukumba. Sinjai hingga Luwu. Semuanya ada. Bahkan Toraja pun ada.
Jika bulan Ramadhan tiba, apalagi menjelang lebaran, sebagian perantau berangsur pulang ke kampung halaman masing-masing. Di sinilah momen untuk melepas rindu dengan orangtua, istri, anak, atau keluarga yang ditinggalkan.
Kebahagiaan berkumpul dan merayakan hari raya bersama keluarga rasanya tidak bisa dibeli dengan uang berapapun nilainya. Hanya dengan pulang, rindu itu bisa dibayar.
Meski berbeda-beda asal daerah, ketika ingin pulang kampung, semuanya selalu bilang: 'pulang dulu ke Selatang' atau dalam bahasa Bugis 'lisu dolo ko Selatang'. Orang Makassarnya bilang 'motere rong mae ri Selatang'.
Jarang ada yang menyebut nama kabupaten/kota secara spesifik seperti Makassar, Maros, Pangkep, Barru, Parepare, Pinrang, dan seterusnya.
Di perantauan semuanya selalu bilang kampungnya di Selatang (pakai G di akhir agar lebih plong menyebutnya, seperti mobil yang melaju tanpa rem).
Kata Selatang ini jadi pemersatu di perantauan. Rasa ke-KITA-an begitu erat. Seperti tidak ada sekat antara saya suku Bugis kau Makassar. Atau saya asal Bone kau Gowa.
Tapi SAYA dan KAU melebur menjadi KITA. Kita orang Selatang. Dalam bahasa Bugis lebih menyentuh: pada idi'.
Sehingga rasa senasib sepenanggungan tumbuh dalam diri masing-masing untuk saling menghargai, bergotong royong, dan tolong menolong dalam kehidupan sosial di kampungnya orang.
Hidup di perantauan mengajarkan perdamaian dengan cara melihat kesamaan yang lebih luas. Bukan hanya kesamaan dalam lingkup keluarga, orangtua atau nenek yang sama. Tapi lebih luas ke wilayah Sulawesi Selatan.
Sebenarnya kita bisa melihat lebih luas lagi kesamaan pada Bangsa Indonesia, dunia, hingga manusia secara umum. Bahkan terhadap tumbuhan dan binatang, kita punya kesamaan: sama-sama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
***
DEMIKIAN cerita tentang Ketika Kata 'Selatang' Jadi Pemersatu Perantau Bugis Makassar. Terimakasih sudah membaca sampai selesai. Semoga bermanfaat.
Salam,