Hikmah Gus Miftah dan Penjual Es Teh: Semoga Allah Merahmati Keduanya

"Barang siapa yang menahan lidahnya, Allah akan tutupi aibnya. Dan barang siapa yang meminta maaf kepada Allah, maka Allah terima permintaan maafnya."

TAMPILAN story WhatsApp saya hampir seragam sepanjang hari. Hal serupa juga terjadi di berbagai platform media sosial. Sampai-sampai menjadi trending topik.

Story tersebut menampilkan potongan video Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah melontarkan kata-kata kasar kepada penjual es teh dalam sebuah acara tabligh akbar.

Selain potongan video itu, berbagai gambar dan ilustrasi tentang penjual es teh juga ramai menjadi story warganet. Hingga akhirnya peristiwa yang terjadi pada 20 November itu pun viral dan menjadi trending topik.

Kecaman dari publik pun membanjiri jagad maya. Mulai dari masyarakat biasa, pejabat, hingga presiden pun turut menanggapi kejadian tersebut.

Tak tanggung-tanggung, Presiden Prabowo menegur langsung Gus Miftah yang juga merupakan Utusan Khusus Presiden bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.[1]

Belakangan diketahui penjual es teh yang diolok-olok itu bernama Sunhaji (38 tahun). Ia memiliki istri dan dua anak yang masih sekolah.

Ungkapan tidak pantas yang dilontarkan oleh pemuka agama terhadap dirinya itu memicu reaksi publik. Publik mengecam tindakan Gus Miftah sekaligus bersimpati kepada penjual es teh itu.

Berbagai pihak pun mendatangi langsung rumah Sunhaji dan memberikan bantuan uang tunai dan sebagainya.

Pada akhirnya, Gus Miftah mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada publik sekaligus mendatangi langsung rumah Sunhaji.[2]

Gus Miftah (sumber: detik.com)

***

DARI peristiwa di atas, saya ingin mengutip beberapa hal dari buku yang sedang saya baca. Tepat pada bagian yang menyangkut dengan peristiwa di atas.

Sejenak saya hentikan membaca. Lalu menulis artikel ini.

Buku ini berjudul 'Intisari Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali'. Diterjemahkan dari kitab Tazkiyatun Nafs Mukhtashar Ihya Ulumuddin yang disusun oleh Sa'id Hawwa.

Terkait dengan peristiwa di atas, saya ingin mengutip beberapa poin dari buku ini khususnya pada bagian pentingnya menjaga lisan.

Pada bagian ini dijelaskan ada 20 bahaya lidah. Namun saya hanya ingin mengutip dua diantaranya yakni dalam pembahasan bahaya ketujuh dan kesebelas.

Pertama dalam bahaya ketujuh: Berkata keji, memaki, dan berkata kasar.[3]

Ungkapan yang disampaikan oleh Gus Miftah itu bisa dikategorikan dalam berkata kasar. Meski disebut hanya sebagai guyonan, tapi tetap termasuk sifat tercela yang dilarang karena mengatakan orang lain seakan bodoh atau lebih rendah.

Beberap hadis nabi terkait berkata keji, memaki, dan berkata kasar ini diantaranya.

"Hati-hatilah dengan kata-kata keji, sesungguhnya Allah swt. tidak menyukai kata-kata kotor."[4]

"Janganlah kamu maki mereka, sesungguhnya tidak ada yang dapat membersihkan kata-kata yang kamu ucapkan terhadap mereka dan jangan sakiti orang yang masih hidup. Ingatlah sesungguhnya kata-kata kasar itu tercela."[5]

"Seorang yang beriman tidak akan menyakiti, tidak akan melaknat, tidak berkata keji dan tidak pula berkata kasar."[6]

Ada begitu banyak hadis Nabi yang melarang untuk mengucapkan kata-kata kasar, memaki, juga merendahkan orang lain. Tentu peristiwa diatas sangat kontras dan memicu kecaman publik karena dilontarkan oleh pemuka agama yang juga memiliki jabatan dalam struktur pemerintahan.

Begitupun dengan membalas perilaku Gus Miftah dengan kata-kata yang sama atau lebih parah juga tidak dibenarkan. Sebab jika hal itu dilakukan, maka tidak ada bedanya antara yang mengeluarkan kata-kata kasar dengan yang membalasnya dengan kata-kata kasar juga.

Seperti halnya kata Nabi Muhammad saw. dalam sebuah hadis, "dua orang yang saling memaki adalah dua setan yang bekerja sama dan saling mempersulit."[7]

Kedua adalah bahaya kesebelas: Memperolok-olok dan Mengejek.[3]

Tindakan yang dilakukan oleh Gus Miftah juga bisa dikategorikan sebagai memperolok-olok. Apalagi saat sebuah kata itu dilontarkan, jamaah dan orang disekitarnya ikut menertawakan pedagang es teh itu.

Dalam KBBI, memperolok-olok bermakna: bermain-main (dengan maksud menyindir, mengejek) dengan perkataan; berkelakar; bersenda-gurau.[8]

Lagi-lagi sangat disayangkan jika dalam sebuah forum pengajian hal seperti ini terjadi. Dalam Al Quran Allah swt. berfirman,  "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kelompok mengejek kelompok yang lain. Barangkali mereka (yang diejek) lebih baik dari mereka (yang mengejek)." (QS. al-Hujuraat: 11).[3]

Saya sendiri merasa berat menuliskan beberapa hadis dan ayat Quran yang saya kutip dari buku Intisari Kitab Ihya Ulumuddin. Apalagi dalam hal ini mengomentari tindakan yang dilakukan oleh seorang pendakwah sekaligus pendiri Pondok Pesantren.

Tentu ilmu dan pemahaman Gus Miftah tentang agama jauh lebih tinggi. Ada begitu banyak ceramahnya yang mengingatkan jamaahnya dan masyarakat tentang bahaya lidah.

Ia juga sering mengajak masyarakat untuk menjaga lidah agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan kata-kata. Namun lagi-lagi dia sendiri yang tidak mampu menjaga ucapannya sehingga menimbulkan kegaduhan publik.

Bisa jadi Gus Miftah khilaf saat mengucapkan hal tersebut atau sedang dikuasai oleh setan. Karena setan selalu berusaha mencari celah untuk memperdaya manusia.

Manusia adalah tempatnya salah. Dan sebaik-baik manusia adalah yang jika melakukan kesalahan, segera menyadari dan memperbaiki kesalahannya.

Peristiwa yang menimpa Gus Miftah sudah dijelaskan dalam sebuah hadis. "Barang siapa yang menahan lidahnya Allah akan tutupi aibnya. Barang siapa yang dapat menguasai amarahnya, Allah selamatkan ia dari siksaan. Dan barang siapa yang meminta maaf kepada Allah, maka Allah terima permintaan maafnya."[9]

Karena ucapan Gus Miftah yang tidak bisa menahan lidahnya, sehingga banyak aibnya di masa lalu dibongkar dan dimunculkan lagi oleh para netizen. Bersyukurlah yang masih bisa menjaga lidah sehingga banyak aib kita ditutup oleh Allah.

Sekali lagi, tindakan Gus Miftah tidak bisa dibenarkan. Tapi dia sudah mengakui kesalahannya dan meminta maaf secara langsung.

Begitupun dengan mencaci maki ataupun membalas ucapan Gus Miftah dengan yang lebih kasar juga tidak bisa dibenarkan. Jika yang dilakukan melanggar aturan, maka cukuplah sanksi diberikan sesuai aturan yang berlaku.

Kita manusia tidak pantas menghakimi manusia lain. Apalagi jika orang tersebut sudah mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Semoga Allah juga mengampuninya.

Sebagai manusia, sebaiknya kita saling mengingatkan dan saling mendoakan. Semoga dari peristiwa ini membuat kita semua menjadi lebih hati-hati dalam mengeluarkan kata-kata. Semoga Allah swt merahmati kita semua termasuk Gus Miftah dan pak Sunhaji.(*)

*Referensi

[1]https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20241204143702-33-593326/viral-gus-miftah-hina-pedagang-es-kena-teguran-keras-prabowo

[2]https://news.detik.com/berita/d-7670043/begini-momen-gus-miftah-minta-maaf-ke-sunhaji-penjual-es-teh-yang-viral

[3]Intisari Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali

[4]Hadis ini dikeluarkan Tirmidzi dalam al-Kubra. Hakim juga mengeluarkannya dengan menyahihkan dan Ibnu Hibban juga ikut meriwayatkan.

[5]Hadis ini dikeluarkan Ibnu Abi ad-Dunya secara mursal sedangkan rijal- nya dapat dipercaya (tsiqah).

[6]HR. Tirmidzi dengan sanad yang sahih

[7]HR. Abu Daud dan ath-Thayalisi. Asal hadis ini diambil dari imam Ahmad 

[8]https://kbbi.web.id/olok

[9]Dikeluarkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam "ash-Shumt" dengan sanad yang hasan

About the Author

Blogger pemula dari Makassar.

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di bawah ini dan bagikan pendapat Anda tentang artikel di atas.